Senin, 24 November 2014

Agama, Masyarakat Dan IPTEK

AGAMA
Pendahuluan
            Agama adalah organisasi yang dibentuk oleh manusia dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian dunia. Namun secara realnya agama justru membias dari tujuannya. Jika mengulang kembali sejarah agama tentu kita mengenal istilah “perang salib” yang merupakan peristiwa gelap masyarakat kristen. Masa-masa tersebut dimulai pada saat abad pertengahan dimana agama menguasai negara. Masyarakat dimanipulasi oleh sistem agama yang otoriter. Seperti halnya masyarakat harus menggunakan atribut agama setiap harinya, tidak diperbolehkan untuk mengkritik agama, agama adalah prinsip kebenaran tertinggi dll. Sejarah itu sudah punah sejak zaman renaisans, dimana masyarakat beralih kepada zaman modern. Hal-hal kodrati sering disingkirkan dan masyarakat beralih kepada akal budi, yang lebih mengedepankan rasionalitas. manusia bebas untuk hidup serta tidak terkekang oleh keotoriteran agama. Konteks tersebut terjadi pada kekristenan di bagian Eropa. Namun bagaimana dengan konteks negara-negara belahan bumi Timur? Terutama di Indonesia? Dapat dikatakan Indonesia mengalami hal yang sama dengan negara Eropa di masa lalu. Indonesia juga mengalami sistem keotoriteran agama, yang dalam hal ini perhatian ditujukan kepada agama Islam. Agama Islam Indonesia layaknya mundur kepada situasi abad pertengahan yang dialami negara-negara Eropa di masa lampau. Situasi dimana masyarakat dipaksa untuk memakai atribut keagamaan dalam kehidupan sehari-hari, tidak bersifat terbuka, bersifat terpaku terhadap kitab suci, dll.
            Namun bagaimana dengan zaman sekarang ini? Masihkah manusia menggunakan keotoriteran agama pada abad ke-21 ini? Lalu dengan kemajuan zaman yang pesat ini apakah agama masih relevan untuk pengintegrasi hidup manusia?
            Memasuki era modern ini agama dirasa sudah tidak dapat memberikan jawaban lagi terhadap berbagai permasalahan dalam kehidupan manusia. Agama saat ini dipandang hanya sebagai sarana untuk mengembangkan kerohanian tanpa realisasi. Tentunya kita tahu bahwa zaman pencerahan mengawali tumbangnya otoritas agama yang kemudian menjadikannya budak dari akal budi. Sehingga agama sebagai kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat kehilangan fungsinya. Yang berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak dapat dikontrol lagi dalam segi etika dan moral, sehingga membuat manusia semakin individualis. Karena manusia semakin individualistis maka hal tersebut sangat mempengaruhi suatu relasi dalam umat beragama. Agama secara fundamental merupakan suatu kepercayaan yang dianut secara berkelompok. Karena berkelompok tentu terdapat berbagai individu dengan berbagai macam karakter dalam beragama. Telah disinggung sebelumnya ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan individualistis. Karena sikap individualistis tersebut terciptalah perpecahan dalam umat beragama. Hal ini terjadi dalam konteks beragama di Indonesia. Terutama dalam agama Kristen dan Islam. Seringkali  sikap individualistis tersebut menciptakan banyaknya perpecahan atau disintegrasi antar umat beragama. Jika sudah demikian agama menjadi tidak ada artinya dalam kehidupan manusia. Makalah ini dimaksudkan supaya fungsi agama dalam masyarakat dapat membidik sasaran yang tepat, sehingga berfungsi sesuai fungsi dan peranya. Demikian juga terhadap iptek, agar antara keduanya tidak saling mendominasi. Diharapkan agama dapat dijadikan sebagai penyeimbang antara masyarakat dan iptek dalam konteks kehidupan di Indonesia.

Tentang Agama
            Menurut KBBI, Ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Menurut Karl Marx agama adalah candu masyarakat. Pernyataan ini terbentuk akibat keadaan agama pada zaman Karl Marx saat itu. Agama sebagai candu masyarakat maksudnya adalah agama hanya menjadi penghibur namun tidak memberikan solusi terhadap masyarakat yang ada saat itu terutama para pekerja industri. Agama menyempitkan realitas dalam arti  bahwa masyarakat tidak diajak untuk mencari solusi dari penderitaan serta ketertindasan dari ketidakadilan kapitalis yang tidak memberikan mereka upah secara adil.[1]
Menurut Ioanes Rakhmat agama adalah suatu aksioma (sebagai suatu kaidah atau prinsip yang kebanyakan orang percayai sebagai benar). Agama diartikan sebagai aksioma disini adalah bahwa agama dituntut untuk memberikan bukti mengenai keberadaan Tuhan yang diimani oleh umat beragama saat ini. Karena agama banyak mengajarkan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara kasat mata (bersifat adikodrati). Karena seringkali di zaman modern ini agama dan ilmu sains dibandingkan dengan berbagai macam pembuktian. Ilmu sains dapat dibuktikan secara objektif melalui berbagai macam materi di dalam dunia ini. Contohnya seperti ilmu sains mencoba membuktikan keberadaan Tuhan melalui berbagai macam penelitian padahal Tuhan yang bersifat tidak terbatas itu tidak bisa dibandingkan dengan berbagai macam hal-hal materi di dunia ini. Karena materi-materi di dunia ini bersifat terbatas dan tidak bisa dibandingkan dengan Tuhan yang tidak terbatas tersebut. Sehingga tentu saja agama dapat disebutkan sebagai suatu aksioma karena manusia yang bersifat terbatas tidak mampu meneliti/membuktikan Tuhan yang bersifat tidak terbatas.[2]
Menurut kami agama adalah suatu kaidah yang dibentuk oleh sekelompok orang dengan tujuan untuk mencapai/mewujudkan kedamaian melalui ritus-ritus dari kebudayaan kelompok tertentu dengan mempertimbangkan nilai-nilai yang baik menurut pandangan kelompok tersebut yang mengandung ideologi sebagai prinsip dasar kebenaran yang dipercayainya.
Fungsi dan Peran Agama
·         Peran
            Peran Agama yaitu agama menyediakan etika global yang religius yang dapat dijelaskan secara rasional, Agama memberikan visi dan energi akan dunia yang lebih baik dari dunia sekarang.
·         Fungsi
            Fungsi Agama menurut Thomas F.O’DEA fungsi agama terdapat dua yaitu sebagai suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tak terjangkau oleh manusia (beyond), dalam arti di mana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai sesuatu yang mempunyai makna. Lalu agama sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia mempertahankan moralnya.
            Agama juga menjadi sebuah wadah pemersatu yang di dalamnya semua orang dari segala kelas social menjadi sederajat, tanpa ada dominasi dan kekuasaan dari kelas-kelas tertentu. Agama sangat positif dalam membangun karakter dan kepribadian seseorang, menjadi pribadi yang tenang dan penuh kejujuran. Rasa bahwa agama mampu untuk memberikan kesehatan mental dalam menerapkan nilai-nilai kerohanian yang dalam hal ini adalah nilai kekristenan.
Agama dan Tantanganya
·         Agama Menghadapi Tantangan Iptek
Seperti yang kita ketahui bahwa agama tidak bisa diamati secara nyata dan tidak bersifat sebagai objek, namun dapat di percaya dan bisa di bilang apa yang di percaya oleh agama adalah suatu kebenaran. Disamping itu juga ada juga sains dan teknologi yang mulai berkembang kian pesat. Pada abad pertengan seperti yang kita ketahui agama di anggap sebagai sesuatu yang benar, agama menjadi diatas segala-galannya, namun dengan seiring berjalannya waktu, manusia mulai menyadari kalau hidupnya tidak hanya selalu bergantung pada agama.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan memungkinkan individu beralih ke ilmu pengetahuan. Dengan Zaman modern sekarang ini di tandai dengan kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi yang semakin hari makin berkembang, meningkat dan memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan dunia. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan memungkinkan kita untuk mengetahui berbagai hal tetapi juga memungkinkan kita juga dapat melakukan berbagai hal. Dari hal-hal yang kita ketahui dari ilmu pengetahuan memberikan kita peluang untuk menciptakan hal-hal yang baru yaitu penemuan-penemuan baru. Dalam buku Betrand Russel pada bab II “Akibat-akibat umum teknik ilmiah menjelaskan pada akhir abad pertengahan di tandai dengan dua penemuan penting yang memiliki pengaruh besar, penemuan tersebut adalah bubuk mesiu dan kompas pelaut.
Kemajuan dari IPTEK tidak hanya berhenti di situ saja tetapi semakin memberikan sumbangan-sumbangan baru dalam berbagai bidang misalnya dalam bidang perindustrian, pada perusahaan kain katun Lancashire dimana anak-anak bekerja duabelas sampai enambelas sehari dan tidak jarang di antara mereka sudah mulai bekerja pada umur enam sampai tujuh tahun. Agar anak-anak tersebut tidak mengantuk saat bekerja maka mereka harus dipukuli. Selain kemajuan dalam bidang peridustrian ada juga dalam bidang kedokteran, misalnya dengan kecanggihan dari ilmu kedokteran misalnya seorang yang sakit dapat disembuhkan, selain itu umur seseorang bisa di tentukan misalnya seseorang yang sedang sakit kanker di vonis bahwa umurnya tinggal beberapa bulan saja. Tentunya hal tersebut melanggar kuasa Allah dimana hidup kita manusia di tentukan oleh Allah. Dari kemajuan Iptek memang memberikan berbagai manfaat bagi manusia, namun dengan kemajuan dari IPTEK yang begitu pesat agama bisa saja menjadi tidak relevan lagi dalam memecahkan persoalan hidup manusia dan masyarakat.
Dengan adanya IPTEK, secara tidak langsung dapat membuat manusia sadarakan dirinya bahwa dia memiliki kelemahan, tetapi dengan begitu bukan manusia yang berusaha, merek malah merasakan keenakan dan dapat kita lihat bahwa manusia sudah dimanjakan oleh Teknologi. Contohnya seperti orang tua zaman sekarang, sangat berbeda jauh dari orang tua yang dulu, orang tua yang sekarang dapat kita lihat bahwa mereka lebih banyak menggunakan teknologi sampai pergi ke gereja pun harus membawa motor, sedangkan kakek-kakek yang sudah tua pun masih sanggup untuk bangun pagi agar lebih awal ke gereja dengan menggunakan kaki mereka untuk berjalan. Dengan kemanjaan manusia yang dimiliki mereka sekarang juga membuat mereka semakin tidak semangat “malas” dalam mengerjakan segala sesuatu.
Dalam menghadapi hal-hal semacam ini, agama sebagai penempatannya dalam masyarakat terkhususnya dalam diri setiap individu harus berperan penting. Berbicara mengenai agama, pasti bias juga berbicara mengenai gereja. Di dalam Gereja, pasti ada kepemimpinan-kepemimpinan yang disebut sebagai pendeta, majelis, dll. Peran pendeta dalam menjalankan tugas tidak hanya melayani sesuai dengan tugas, tetapi lebih kepada tanggung jawab untuk kehidupan jemaat dan masyarakat. Misalnya pendeta berpikir bahwa “ah, yang penting sudah berdiri di atas mimbar setiap minggu, menjalankan tugas berkhotbah dengan baik, dll, dimana pendeta harus menjalankan tugas dan peran agama yang sebenarnya, dimana membuat manusia sadar akan kelemahannya dan mau berusaha, dan jangan terlalu menggantungkan diri terlalu tinggi pada teknologi karena teknologi adalah hasil ciptaan manusia dan bukan sesuatu yang Mutlak tersebut.
            Era global adalah zaman ketika manusia menemukan dirinya sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Manusia dipandang sebagai makhluk yang hebat, yang bahkan independen dari Tuhan dan alam. Manusia di era global dan sebagai konsekuensi modernisasi, melepaskan diri dari keterikatanya dengan Tuhan (theomorphisme), untuk selanjutnya membangun tatanan kehidupan yang semata-mata berpusat pada manusia (antropomorphisme). Manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri yang mengakibatkan terputusnya dari nilai-nilai spiritual. Maka kita sebagai orang yang beragama hendaknya menyambut kehadiran media dengan arif dan bijaksana. “Menagambil lagi kendali daripada kehidupan kita dan mengatur dan menguasai alat-alat yang ada pada kita yang dihasilkan oleh tekhnologi.”[3]
            Ketika kita mencoba untuk menghubungkan dengan agama Kristen, maka gereja  harus memahami bahwa dia dipanggil untuk mendampingi setiap jemaat-jemaatnya. Gereja harus mampu menciptakan wadah-wadah untuk mendewasakan umat dalam pengertian mempersiapkan, mengarahkan, mendidik, mengelola dan mengangakat perangkat canggih tersebut. Maksud dari kata “Mempersiapkan” adalah memperbaiki keadaan lingkungan kita yang telah dipengaruhi oleh iptek yang sedang berkembang dalam masyarakat. Kemudian point yang kedua yaitu “mengarahkan”. Maksudnya adalah memberi solusi kepada jemaat mengenai apa yang harus dilakukan dalam menghadapi iptek . Selanjutnya kata “Mendidik” yang dimaksudkan adalah membekali umatnya dengan pengetahuan kitab suci dan penghayatan serta pendalaman iman. Poin terakhir adalah “mengelola dan mengangkat”. Maksudnya adalah mempergunakan alat-alat teknologi yang sedang berkembang pesat dalam masyarakat sebagai sarana pendukung dalam pewartaan sabda Tuahan.
Dengan demikian, ketika melihat definisi dari poin-poin di atas, maka umat beragama terlebih khususnya gereja dianjurkan untuk berpegang teguh pada kebenaran dan kasih karunia Kristus (efesus 4:7-16). Mengajarkan nilai-nilai spiritualitas Kristen, dan pengajaran moral etis, budi pekerti, baik dalam sekolah Kristen maupun didalam jemaat.
·           Gereja di Tengah Perubahan Sosial, Politik, Budaya, dan Ekomomi
            Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghantarkan manusia pada perubahan-perubahan yang besar. Indonesia sebagai  Negara yang berdaulat tidak luput dari pengaruh perubahan sebagai akibat dari perkembangan zaman. Perubahan yang di maksudkan disini adalah perubahan yang berdampak pada watak gereja, dimana gereja harus mampu untuk membenahi diri dalam gejolak perubahan soasial, politik, budaya, dan ekonomi. Gereja harus mampu untuk mengimbangi perubahan-perubahan tersebut, sehingga keseimbangan iman dapat terjaga, dan fungsi gereja masih relevan dalam zaman kosmopolitan seperti saat ini.
            Kita dihadapkan kepada kenyataan bahwa di era modern saat ini gereja telah kehilangan otoritasnya akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga ke subjektifan gereja telah berubah menjadi objek kajian dari ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu sosial. keberhasilan ilmu pengetahuan memberikan satu-satunya jalan yang dapat dipercaya menuju kepada pengetahuan . Banyak orang yang menganggap sains bersifat objektif, universal, rasional dan didasarkan bukti observasi/pengamatan yang kuat. Sedangkan agama pada sisi lain bersifat sangat subyektif parochial, emosional dan didasarkan pada tradisi atau sumber kewibawaan yang saling bertentangan satu sama lain.[4] Gereja dalam menghadapi politik harus memiliki prinsip yang kuat sebagai wadah yang memiliki hak.
Gereja Melayani Jemaat dan Masyarakat di Era Globalisasi dan Kemajuan Iptek
      Gereja saat ini telah memasuki era globalisasi. Di era globalisasi ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat cepat. Berbagai informasi dapat dicari melalui peralatan elektronik yang canggih dan dapat dioperasikan di mana saja dan membuat segala sesuatu menjadi mudah untuk dijangkau. Setiap orang menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan IPTEK. Perubahan dan perkembangan IPTEK terjadi di segala bidang kehidupan dan gereja pun tidak luput dalam perkembangan itu. Gereja pada masa ini sudah mulai menggunakan multimedia di dalam ibadah untuk menampilkan tata ibadah, menyajikan teks pembacaan Alkitab, menampilkan video, dan lain-lain. Penggunaan multimedia ini memudahkan jemaat dan pendeta dalam berinteraksi dan berkomunikasi.
Multimedia sudah banyak digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaannya. Multimedia digunakan dalam bidang pendidikan, bisnis, hiburan, dan sebagainya. Contoh dalam bidang pendidikan, multimedia dimanfaatkan untuk proses belajar mengajar di kelas dan juga di luar kelas.[5] Penggunaan multimedia ini bukti manusia untuk mengembangkan diri dan berusaha mengatasi masalah hidup, mempermudah pekerjaan manusia, mempermudah mengakses informasi, dan lain-lain. Pengembangan IPTEK memberi dampak di berbagai bidang kehidupan manusia, bahkan dalam kehidupan bergereja. IPTEK dimanfaatkan gereja dalam pelayanannya. Penggunaan IPTEK di gereja, seperti penggunaan proyektor, laptop, komputer, televisi, printer, dan alat-alat elektronik lainnya yang mendukung peribadahan dan pelayanannya. Gereja masa kini dan masa lalu mengalami perbedaan yang jauh.
Dalam kehidupan bermasyarakat saat ini, setiap orang berusaha untuk memiliki media dengan berbagai tujuan mereka. Masyarakat masa kini telah mudah dalam pemanfaatan media yang mereka gunakan untuk menunjang kelancaran aktivitas dan sebagai sarana rekreasi, termasuk ibadah, baik ritual maupun sosial. Contohnya dalam penggunaan  Alkitab di ibadah-ibadah gereja. Alkitab yang digunakan bukan Alkitab berbentuk buku, melainkan Alkitab yang sudah  dapat dioperasikan dalam media elektronik seperti telepon genggam dan tablet. Itu berarti penggunaan Alkitab Elektronik tidak bisa dipisahkan dari telepon genggam dan tablet.
Penggunaan Alkitab Elektronik  ini masih memunculkan pro dan kontra. Ada orang yang setuju dengan penggunaan Alkitab Elektronik ini, karena lebih memudahkan mereka dalam mencari teks alkitab dan mudah untuk dibawa kemana-mana. Selain itu juga, kemajuan zaman juga menjadi salah satu alasan orang menggunakan Alkitab Elektronik. Pada sisi lain, ada orang yang tidak setuju dengan penggunaan Alkitab Elektronik, karena mereka menganggap penggunaan Alkitab Elektronik itu tidak etis dan tidak khusyuk dalam ibadah, dan dapat mengganggu jalannya ibadah. Hal ini merupakan pemahaman yang sudah turun-temurun, sehingga orang yang tidak setuju merasa terganggu dengan orang yang menggunakan Alkitab Elektronik itu.
Masih banyak masalah yang dihadapi gereja masa kini. Penggunaan Alkitab Elektronik di dalam ibadah adalah salah satu permasalahan yang dihadapi gereja di era globalisasi ini. Penggunaan IPTEK di dalam gereja memang tidak melanggar hukum atau tata gereja. Jika kita melihat contoh penggunaan Alkitab Elektronik di dalam ibadah, maka perkembangan IPTEK di dalam gereja masih ada permasalahan. Bagi jemaat yang tidak setuju, perkembangan IPTEK akan membawa orang dalam penyalahgunaan media elektronik. Namun, jika kita lihat di dalam gereja dapat dijumpai penggunaan IPTEK juga telah digunakan dalam ibadah.
Perkembangan dan kemajuan IPTEK ini dunia menjadi kecil karena masyarakat memanfaatkan perkembangan itu dengan mudah. Melalui internet masyarakat dapat mengakses informasi dari berbagai dunia. Masyarakat dunia dipengaruhi oleh budaya massa yang memunculkan suatu budaya yang baru. Masyarakat dipengaruhi oleh internet. Masyarakat juga dapat berkomunikasi dengan masyarakat lain yang ada di belahan dunia lainnya. Gereja dalam menghadapi tantangan ini maka gereja juga harus menjadi sebuah media bagi jemaatnya. Gereja juga tetap mengajar nilai-nilai kristiani bagi jemaatnya dalam menghadapi dan menggunakan barang-barang hasil perkembangan dan kemajuan IPTEK. Tidak semua perkembangan IPTEK dapat menolong jemaat berubah menjadi manusia yang manusiawi.[6]
Gereja juga memberikan pengajaran bagi para ilmuwan dan teknologiawan Kristen untuk merelasikan iman dengan ilmu dan teknologi yang  digelutinya. Sehingga gereja dan para ilmuwan Kristen dapat berdialog dan menjalankan tugas profetis dalam perkembangan IPTEK.[7]



Kesimpulan
Berkaitan dengan apa yang dikatakan pada akhir uraian diatas, maka para ahli  mengajukan pertanyaan-pertanyaan menarik yaitu, kapan, dimana dan bagaimana agama-agama muncul dalam kehidupan manusia. Jelas tidak dengan seorangpun dapat dengan pasti memberikan jawaban-jawaban yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Berpijak pada teori tentang agama diatas kita hendak mengatakan bahwa apa yang disebut konstruksi (pemikiran). Agama sebenarnya sudah dilakukan oleh agama-agama segera setelah agama dikenal oleh manusia. Konstruksi itu seharusnya dilakukan sebab itulah salah satu upaya agama untuk hadir dan menjawab tantangan-tantangan kontekstualnya. Maksudnya bahwa agama dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi  dalam kehidupan bermasyarakat harus mampu untuk memberikan solusi mengenai permasalahan tersebut.
Kontekstual  yang  dijelaskan diatas terlebih khusus akan diarahkan kepada  agama dalam konteks kekristenan, yang  dalam hal ini gereja. Kekristenan adalah sebuah  agama  yang tergolong dalam sekian banyak  agama yang  pernah muncul dalam kehidupan manusia.[8]
Ketika berbicara mengenai kontekstualisasi  yang  ingin dilakukan oleh gereja, maka tentunya hal ini akan mengarah kepada perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi. Dalam perekembangan teknologi tersebut agama diharapakan mampu bersikap bijak dalam penerimaan akan iptek tersebut. Maksudnya bahwa penerimaan yang dilakukan terhadap iptek jangan sampai bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Misalnya saja ketergantungan akan alat-alat teknologi sehingga membuat warga gereja itu sendiri mendewakan rasio sehingga pengalaman-pengalaman iman mereka tinggalkan, atau dengan kata lain gereja harus mampu untuk mempertahankan apa yang disebut sebagai “aksioma” seperti yang telah dijelaskan diatas. Agama juga mempunyai kaitan dengan dunia yang tidak kelihatan dan dunia roh-roh. Selain itu agama juga merupakan konsep sentral yang berkaitan dengan “keselamatan”. Arti keselamatan itu juga sangat luas. Dalam pengertian ini, agama adalah cara manusia untuk mencari makna kehidupan dan pengharapan untuk dapat memperoleh pertolongan dari berbagai kekuatan dan kekuasaan yang tidak kelihatan namun dapat dipercayaai untuk bekerja atau berkarya dalam alam semesta ini.
Demikian dapat dikatakan bahwa agama tidak bisa menolak iptek, melainkan bersikap terbuka terhadap iptek. Meskipun demikian, sikap terbuka itu tidak bisa diterima begitu saja melainkan harus dilakukan dengan pertimbangan yang mendalam, atau dengan kata lain agama menerima iptek ketika apa yang ditawarkan oleh iptek tidak bertentangan dengan ajaran agama karena ia selalu berjalan bersama danselalu punya kaitan antara keduanya.
Refleksi
            Menurut kelompok, agama sebagai suatu perkumpulan orang-orang yang mempunyai kaidah tertentu harus mampu menyesuaikan dengan konteks zaman yang mulai maju dengan pesat ini. Sesungguhnya agama harus menyesuaikan dengan kemajuan Iptek dan masyarakat. Sudah saatnya agama mulai memakai perkembangan iptek dalam melakukan peribadatan. Karena jika agama tidak terus menyesuaikan dengan kemajuan iptek dan masyarakat sesungguhnya agama akan punah dengan sendirinya. Agama dapat memakai peranan iptek dalam kehidupannya asalkan nilai-nilai dari agama dan iptek tidak saling menjatuhkan melainkan saling melengkapi antara satu sama lain.
            Saat ini agama memiliki permasalahan dalam menjalankan peranannya di dalam masyarakat dan iptek. Karena agama mempunyai sifat yang fundamental dimana agama sulit untuk menerima keterbukaan terhadap kemajuan iptek yang sangat pesat. Namun sekarang agama sudah mulai terbuka terhadap iptek itu sendiri. Buktinya bahwa banyak gereja-gereja di Indonesia yang sudah memakai iptek di dalam menjalankan ibadah. Contohnya gereja GPIB Tamansari di Salatiga memakai proyektor untuk melaksanakan ibadah mereka. Hal ini sudah menjadi suatu pembuktian bahwa agama mampu memakai iptek dengan benar tanpa mengesampingkan nilai-nilai dari agama itu sendiri.
            Namun kami mendiskusikan beberapa masalah dalam memasuki zaman modern ini. Banyak beberapa jemaat yang mulai menjadi ketergantungan dengan berbagai macam kemajuan iptek tersebut. Seperti halnya dengan memakai proyektor di dalam gereja tentu akan memudahkan dalam menyanyikan lagu atau mendengarkan firman Tuhan. Namun dengan kejadian seperti itu dampak yang berbahaya adalah menciptakan jemaat yang malas dan memanjakan jemaat dengan begitu banyak kenikmatan kemajuan iptek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar