Minggu, 18 Oktober 2015

Tafsiran Amsal 1:1-7

Bintang Noveigha Mantolas
712013086
 Tafsir HPL II
Amsal 1:1-7
Perjanjian lama secara khusus terbagi menjadi 3 bagian yaitu Hukum, Kitab Para Nabi, dan Tulisan-Tulisan. Bagian ketiga adalah tulisan-tulisan kitab-kitab syair dan hikmat seperti Ayub, Mazmur, Amsal, dan penghotbah. Begitu juga dengan Israel kuno mempunyai tiga golongan hamba Tuhan: Para Imam, Para Nabi, dan Para Bijak (“orang berhikmat”) hamba Tuhan inilah yang disebut sebagai orang berhikmat dan cerdas. Kelompok orang bijak disini ialah yang dikaruniai hikmat dan nasihat ilahi mengenai masalah-masalah kehidupan yang praktis dan filosofis. Disini Amsal juga merupakan hikmat para bijak yang terilhamkan[1] tidak hanya itu, Amsal juga berisikan kumpulan ucapan ringkas dan nasihat prilaku yang mendidik orang muda. Berbicara mengenai Amsal, secara etimologi kata Amsal berasal dari bahasa ibrani מִשְלֵי: ’misyle/masyal, yang adalah singkatan dari “’misyle syelomoh” atau Amsal-Amsal Salomo, sekali lagi, Amsal adalah kumpulan tulisan-tulisan dengan beraneka ragam gaya yang berbeda-beda. Dengan keanekaragaman ini menunjuukan ruang lingkup yang luas dari masyal yang mungkin dari akar kata yang berarti ‘menyerupai’ atau membandingkan’, hingga awalnya mungkin semacam perbandingan.[2] Arti dari Amsal juga bisa berarti “ucapan” orang bijak, “perumpamaan”, atau “peribahasa berhikmat”. Karena itu ada beberapa ajaran yang agak panjang dalam kitab ini (mis: Ams 1:20-33; Ams 2:1-22; Ams 5:1-14) dan juga aneka pernyataan ringkas yang menggugah berisi hikmat untuk hidup dengan bijaksana dan benar, sedangkan kitab Amsal menyajikan suatu bentuk pengajaran berupa amsal yang umum dipakai di Timur Dekat zaman dahulu, dan hikmatnya itu khusus karena disajikan dalam konteks Allah dan semua standar kebenaran-Nya bagi umat perjanjian Allah. Amsal ini juga ditulisa dengan bentuk puisi dengan arti yang tersusun rapid an tamsil (perumpamaan) yang hidup dan lahir dalam dalam lingkungan yang cukup mapan yang ingin memelihara tradisi dan kelanggengannya. Alasan-alasan popularitas pengajaran berupa Amsal pada zaman kuno ialah kejelasannya dan sifat mudah dihafalkan dan disampaikan kepada angkatan berikutnya.[3] Barang siapa membaca kitab Amsal ini akan menemukan banyak kalimat yaitu “Amsal-Amsal Salomo”, juga ini adalah Amsal-Amsal dari orang bijak, rumus seperti jelas memperlihatkan bahwa kitab Amsal tidak disusun sekaligus oleh orang atau sekelompok orang, melainkan sedikit demi sedikit tumbuh sebagai hasil dari penggabungan sejumlah kumpulan Amsal kecil, oleh karena itu tiada gunanya berbicara tentang “Pengarang Kitab Amsal” karena kitab sekarang dihasilkan oleh seorang atau beberapa orang redactor, yang pada suatu saat mulai menggabungkan koleksi-koleksi yang kecil. Tupanya harus dikatakan bahwa penggabungan itu pun tidak terjadi pada satu saat saja melainkan pada periode yang berbeda.  Meskipun tiada gunanya bicara tentang seorang pengarang dari kitab ini, namun yang mungkin diperinci adalah lingkungan dariu mana kitab ini berasal. Para ahli sepakat agar mengaitkan kitab Amsal dengan tempat pendidikan para calon pegawai, yaitu dengan sekolah di Yerusalem dan kemudian dibeberapa tempat lain.[4]  
Diatas sudah dijelaskan mengenai Bangsa Timur kuno, pada zamannya bangsa-bangsa timur Purba memiliki ‘orang-orang bijak’ yang berpengaruh dalam hal-hal politik sampai pendidikan.  Dalam bangsa Israel, dimana diketahui vahwa ‘Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan’,’orang-orang bijak mempunyai peranan yang lebih penting: pada zaman Yeremia mereka sama dengan imam dan nabi sebagai alat penyataan ilahi (Yer 18:18). Tapi sama seperti para nabi Tuhan harus bergumul dengan nabi-nabi palsu dan imam-imam dengan kemauan-kemauannya yang salah, demikian juga ada ‘orang bijak’ yang membelokkan tugasnya untuk meneruskan Firman Tuhan (Yes 29:14;Yer 8:8,9). Himpunan ‘Amsal-Amsal orang bijak’ terdapat dalam 22:17-24:22 dan 24:23-34, mungkin pasala 1:9 menerangkan isi dan tujuan dari Amsal orang-orang bijak juga berasaldari sumber yang demikian.  Mungkin himpunan itu adalah hasil saringan dari kata-kata bijaksana dari kurun waktu yang agak lama; tapi sebagian besar pasti dari waktu yang terdahulu. Perkataan Albright tentang zaman perunggu dapat dikenakan atas bagian terbesar himpunan tersebut. Tidak ada sesuatu apapun yang menimbulkan kesan bahwa Amsal-amsal itu hanya dari orang-orang bijak bangsa Israel. Penunjukkan kepada Salomo sebagai pengarang segenap kitab ini mungkin karena dalam Amsal arti “Hikmat” hanya mengenai akal budi (intelek) tetapi juga meliputi segenap orang; dan pada waktu dipuncak keagungannya Salomo adalah perwujudan dari hikmat ini.[5]
Amsal dikenal dengan penulisnya yang berbicara mengenai hikmat yakni Raja Salomo. Raja Salomo adalah raja yang paling bijaksana yang pernah memerintah di Yerusalem sesudah pembuangan timbul kecenderungan untuk mempertalikan seluruh produksi di bidang sastra kebijaksanaan dengan nama Salomo, sama seperti pada periode yang sama ada kebiasaan untuk menghubungkan segala hukum dan aturan dengan Musa dan segenap Mazmur dengan Raja Daud.[6] Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Daud yang menjadi sumber tradisi bermazmur, demikian juga Salomo menjadi sumber tradisi hikmat (Ams 1:1; Ams 10:1; Ams 25:1). Menurut 1Raj 4:32, Salomo menghasilkan 3000 amsal dan 1005 kidung semasa hidupnya.  Penulis lain yang disebutkan dalam Amsal adalah Agur (Ams 30:1-33) dan Raja Lemuel (Ams 31:1-9), namun keduanya tidak kita kenal. Penulis-penulis lain disebut secara tak langsung dalam Ams 22:17 dan Ams 24:23. Sekalipun sebagian besar Amsal ini digubah pada abad ke-10 SM, waktu terdini yang mungkin bagi selesainya penyusunan kitab ini adalah masa pemerintahan Hizkia (yaitu sekitar 700 SM). Keterlibatan para pegawai Hizkia dalam menyusun amsal-amsal Salomo (Ams 25:1-29:27) dapat diberi tanggal-tahun 715-686 SZB sementara masa kebangunan rohani yang dipimpin raja yang takut akan Allah ini. Sangat mungkin amsal-amsal gubahan Agur, Lemuel, dan "amsal-amsal dari orang bijak" lainnya terkumpul juga pada waktu itu.[7]
Sudah dijelaskan bahwa Salomo menjadi sumber hikmat sehingga bisa dikatakan juga bahwa Salomo penulis utama kitab Amsal. Kita dapat berasumsi bahwa salomo mengumpulkan dan memperbaiki Amsal selain miliknya sendiri, karena kitab pengkhotbah 12:9 menyatakan, “Selain penghotbah berhikmat, ia juga mengajarkan kepada umat itu pengetahuan. Ia menimbang dan menguji banyak Amsal.” Sehingga benar kalau terjemahan bahasa Ibrani Mishle Shelomoh diterjemahkan sebagai "Amsal dari Salomo".[8] Jadi bisa dikatakan bahwa Salomo penulis inti Amsal tetapi tidak bisa dipungkiri kalau Agur dan Lemuel juga sedikit berkontribusi dalam penulisan tersebut. Tujuan dari penulis juga pengetahuan memang tidak lebih dari pengumpulan fakta-fakta, akan tetapi hikmat adalah kemampuan melihat manusia, peristiwa, situasi, kondisi, dan keadaan sebagaimana dinilai oleh Allah seperti orang yang berhikmat dan bijaksana. Dalam kitab amsal juga Salomo mengungkapkan pikiran Allah mengenahi hal-hal yang besar, maupun hal-hal yang kecil, biasa, dan yang terjadi setiap hari. Sepertinya tidak ada satu topic yang terlepas dari perhatian Raja Salomo. Hal yang berkaitan dengan perilaku pribadi, hubungan seksual, perdagangan, kekayaan, amal, ambisi, disiplin, hutang, membesarkan anak, karakter, alcohol, politik, balas dendam, dan kesalehan, hanya merupakan beberapa topic yang diliputi dalam koleksi lengkap peribahasa yang berhikmat ini (Amsal) [9] Merangkum kitab Amsal agak sulit, karena tidak seperti kitab lainnya dalam Firman, tidak ada rancangan atau cerita padanya; sama-halnya tidak ada pula karakter utama dalam kitab ini. Hikmatlah yang menjadi sorotan utama - sebuah hikmat yang illahi dan besar yang melebihi sejarah, manusia, dan adat kebudayaan. Pembacaan sekilas akan kitab yang luar biasa ini mengungkapkan kenyataan bahwa ucapan singkat Raja Salomo yang berhikmat masih tetap relevan pada zaman ini dan sama-halnya pada masa penulisannya sekitar tiga ribu tahun yang silam.

Inti Kitab Amsal adalah ajaran tentang prinsip moral dan prinsip kita, uniknya Kitab Amsal ini adalah sebagian besar isinya merupakan ajaran yang disajikan dengan cara memperlihatkan kontrasnya, pada bagian pertama, pasal 1-9, juga dipergunakan kontras – antara yang baik dan jahat. Kebaikan dalam bagian ini ditunjukkan secara menonjol dengan beberapa kata yaitu: Hikmat, didikan, pengertian, kebenaran, keadilan, kejujuran, pengetahuan, kebijaksanaan, ilmu, pertimbangan-pertimbangan, tetapi lebih dikhususkan adalah Hikmat. Tidak hanya itu bagian Amsal juga adalah personifikasi (pengumpamaan, pelambangan) hikmat sebagai seorang perempuan. Ini terlihat pertama kali dalam Amsal 3:15[10] hal ini merujuk pada hikmat, tetapi personifikasi tersebut diterima karena rujukan-rujukan sesudahnya. Dengan demikian bagian Amsal 1-9 mepertentangkan dosa dengan kebenaran. Kata-kata seperti “hikmat, didikan, pengertian, dan sebagainya pada seluruh bagian ini bukan saja berarti kecerdasan dan kecakapan manusia, melainkan juga berlawanan dengan hal yang jahat. Pada sebagian besar pemakaian dalam Perjanjian Lama, hikmat adalah sekedar kecakapan atau kecerdikan. Bahkan dalam kitab pengkhotbah, dimana hikmat juga dikenakan, hikmat hanyalah sekedar kecerdasan manusia dan karenanya termasuk didalam kesia-siaan (Pkh 2:12-15). Hanya dalam Ayub 28 dan dalam Mazmur-Mazmur tertentu, konsep dari kitab Amsal mengenai hikmat ini sungguh tampak nyata, bahkan hikmat (kebijaksanaan) yang membuat Salomo termasyhur karena kecakapannya dalam ilmu alam, hukum, kecerdikannya yang luar biasa. Pada bagian dua Sudut pandangnya juga konsisten, Salomo membedakan hikmat dengan kebodohan. Sedangkan dalam bagian 1 tadi bukan pertentangan antara kecerdasan dengan kebodohan akal budi manusia, melainkan pertentangan antara hikmat (kebijaksanaan) moral dengan dosa.[11] Didalam Amsal juga orang bodoh mempunyai sinonim-sinonim tersendiri yakni pencemooh, pemalas, orang curang, dll. Sedangkan dalam bagian ini lebih ditekankan tentang kejujuran, kesetiaan, penghargaan terhadap jiwa dan hak milik. Orang didorong untuk memperjuangkan keadilan, cinta kasih, dan belas kasihan terhadap orang lain.[12]
Dalam bagian Amsal ini ada dua gaya yaitu yang pertama adalah Asmal dan yang kedua adalah Nasihat. Bagian sastra yang lain juga terdapat dalam kita ini tetapi tidak sebanyak kedua gaya tersebut. Amsal, hampir semua orang tau apa itu Amsal yang artinya perumpaan (KKBI) dengan cirri-cirinya adalah singkat, padat, mudah diingat, berpijak pada pengalaman, kebenaran universal, tujuan praktis, dalam sudah lama digunakan. Amsal hampir selalu dilukiskan sebagai gambaran puitis, berirama, pendek, kuat dan mengena, tetapi dipihak lain, isinya kadang-kadang tampak paradoksal (seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran[13]) Amsal menggabungkan pengalaman konkret dengan penerapan umum yang berlaku disetiap waktu dan keadaan.[14]


Tafsiran Amsal 1:1-7

Ayat 1: Amsal-amsal Salomo bin Daud, raja Israel
Amsal-amsal: Amsal kuno biasanya berbentuk pernyataan pendek berisi nasehat atau mengungkapkan kebenaran tentang perilaku manusia.[15] “Amsal-Amsal” juga berasal dari bahasa Ibrani dan bahasa-bahasa semit lain memakai akar dari kata lain untuk mengekspresikan perbandingan. Sebuah kata turunan darinya dalam bahasa Akad berarti “Cermin”. Dari pemakaian seperti itu kata tersebut berkembang sehingga artinya mencakup “kata-kata sindiran” (Mzm. 69:12). Dan pesan nabi (Bil 23:7,18). Dalam Perjanjian Lama kata itu diterjemahkan sebagai “Perumpamaan” sebanyak enam belas kali. Dalam kitab Amsal kata itu dipakai terutama dalam berbagai judul untuk menunjukkan perbandingan dan kontras yang digunakan untuk menyatakan ajaran moral kitab tersebut.[16]
Salomo bin Daud, raja Israel: Raja Salomo, putera Daud: Salomo adalah putera raja Daud dan Batsyeba setelah Daud meninggal dunia, Salomo memerintah Israel pada tahun 970-931 SZB. Ia terkenal karena hikmatnya dank arena menulis banyak perkataan bijak, walaupun menjelang akhir hidupnya dia tidak selalu bertindak sesuai dengan reputasinya. Di Timur dekat Kuno, kitab-kitab hikmat sering diberi nama untuk menghormati para raja. Para raja yang bijak memerintah dengan tulus, adil dan jujur[17].
Ayat 2: untuk mengetahui hikmat dan didikan, untuk mengerti kata-kata yang bermakna,
untuk mengetahui hikmat: “Hikmat” adalah pengetahuan dan pengertian akan apa yang benar, tulus, dan jujur. Hikmat berasal dari Tuhan, yang memberikan pengertian kepada mereka yang menghormati dan menaati Tuhan.[18] Hikmat, disini ada lima sinonim untuk hikmat yaitu kebenaran dan keadilan, yang lebih merupakan kebajikan ketimbang kecakapan. Disini penekanannya ialah pada hikmat moral atau perilaku yang benar.[19]
Ayat 3: untuk menerima didikan yang menjadikan pandai, serta kebenaran, keadilan dan kejujuran
Kebenaran, keadilan dan kejujuran: apa yang “benar” berarti apa yang dikenankan oleh Tuhan. menurut hukum Taurat dan kitab para nabi Israel, orrang benar hidup sesuai dengan perintah dan pengajaran Tuhan. Hidup benar berarti sama dengan memperlakukan orang lain dengan adil dan jujur.[20] Dalam masyarakat modern, keadilan sering sekali diartikan sebagai keadilan yang pantas dan sesuai hukuman. Adil berarti menerima hukuman sepantasnya atau ganti ruginya sesuai dengan kerusakan yang dialami. Keadilan juga berhubungan dengan hukum Taurat yang diberikan Tuhan kepada umat Israel untuk melindungi dan menyejahterkan mereka satu dengan yang lain. [21]
Ayat 4:  untuk memberikan kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman, dan pengetahuan serta kebijaksanaan kepada orang muda –
orang yang tak berpengalaman: kata ini yang dipakai sebanyak empat belas kali dalam kitab Amsal dan empat kali ditempat lain, menunjukkan lawan dari  manusia yang bermoral. Itu bukan berarti orang bodoh. Seperti lazimnya pengertian kita tentang kata tersebut, melainkan orang berdosa, seorang bajingan. Kitab Amsal mempunyai pesan moral bagi orang fasik. Kitab ini bukan sekedar Poor Richard’s Almanac yang berisi nasihat-nasihat baik untuk orang-orang yang kurang cerdas atau yang bertabiat pemalas. Pendahuluan ini memperingatkan kita untuk tidak melihat kitab ini dalam arti secular. Kitab ini berisi prinsip-prinsip Kristen.[22]
Ayat 5: baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan –
Sebagaimana yang ada dalam latar belakang bahwa kata-kata orang bijak dan sifat orang bijak adalah mendengar, menambah ilmu, berpengertian, dan pertimbangan. Ketika seseorang atau siapa saja yang telah masuk jauh kedalam sumber hikmat ini masih bisa lagi mendapatkan yang berlimpah karena sifat dari orang bijak salah satunya adalah takut  akan Tuhan.[23]
Ayat 6: untuk mengerti amsal dan ibarat, pertanyaan dan teka-teki orang bijak.
Amsal…teka-teki: Amsal berbentuk “Teka-teki” mungkin berasal dari pertanyaan yang sulit atau dapat juga mengacu pada ucapan yang menyediakan banyak jawaban terhadap salah satu rahasia kehidupan. Karena berteka-teki adalah salah satu bentuk hiburan di dunia kuno. Mampu menjawab teka-teki yang sulit berarti menunjukkan bahwa orang itu berhikmat.[24]
Ayat 7: Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.
Takut akan Tuhan: hikmat dan akal sehat sangat penting di semua budaya kuno. Dalam kitab AMSAL,hikmat dianggap berhubungan langsung petunjuk Tuhan. orang bijak sesungguhnya adalah orang yang beribadah dan menghormati Tuhan serta hidup sesuai dengan perintah Tuhan. Tuhan adalah terjemahan untuk kata YHWH dalam bahasa Ibrani.[25] Takut akan Tuhan: adalah sebuah ekpsresi umum dalam Mazmur dan ditempat lain, frasa ini dipakai sebanyak empat belas kali dalam kitab Amsal. Contoh dalam kitab Mamzur 115:11 dan Yesaya 11:2,3, dimana takut akan Tuhan disebut sebagai cirri khas sang Mesias. Takut seperti itu meliputi rasa kagum dan hormat kepada yang Mahakuasa. Dan melihat frasa selanjutnya adalah permulaan pengetahuan: bukan berarti yang utama dan inti seperti mungkin ditunjukkan oleh akar kata tersebut dalam bahasa Ibrani, sebab Amsal 9:10 menggunakan sebuah kata yang khusus berarti “awal” dan “permulaan”. Sebaliknya berarti langkah pertama untuk hidup bermoral adalah hubungan kita dengan Allah. orang bodoh menghina hikmat dan didikan: kata orang bodoh muncul delapan kali dalam kitab Amsal: tujuh kali ditempat lain. Pemakaiannya pun berbeda. Dalam Yesaya 35:8, “pandir” = “bodoh”. Kitab Amsal secara khusus memakai orang bodoh untuk menunjuk kepada orang berdosa. Amsal 14:9 adalah contoh – “orang bodoh mencemooh kurban tebusan”. Kalimat ini berarti bahwa orang-orang berdosa mencemooh kekudusan. Terjemahan yang konkrit adalah sama seperti orang bodoh dan orang yang tidak takut akan Tuhan adalah sama. [26]




Kesimpulan
Setelah membuat latar belakang dari kitab Amsal dan menafsirnya, kesimpulan yang didapatkan dari keduanya atau maksud dan tujuan dari Salomo yang terkenal dan dikenal sebagai penulis adalah hikmat yang adalah kualitas intelektualnya. Itu bukan visium, kecakapan, atau keahlian pertukangan, yang dipuji, melainkan keutamaan untuk belajar dengan rajin dan mengembangkan keputusan yang baik. disiplin (Takut akan Tuhan), dimana menaati semua perintahnya, dan pada waktu itu mengapa dikatakan Salomo adalah yang memiliki hikmat karena Salomo-lah yang meimpin kerajaan Israel setelah Daud sehingga apapun yang berhikmat adalah Salomo. Tidak hanyan disiplin tetapi Salomo juga mau menegaskan bahwa kebenaran, keadilan, dan kejujuran adalah hanyalah orang berhikmat dan takut akan Tuhan. sehingga orang yang tidak benar, tidak jujur dan tidad adil adalah orang yang tidak berhikmat, orang yang bedosa, dan orang yang takut akan Tuhan. dan kelihatan juga bahwa orang-orang yang berada di Yerusalem terkhususnya orang-orang yang takut akan Tuhan hanyalah orang-orang yang dipimpin oleh Salomo atau semua pengikut Salomo.













Daftar Pustaka

Amsal, Amsal, https://www.google.com/search?q=latar+belakang+kitab+Amsal&ie=utf-8&oe=utf-8

Diunduh pada tanggal 29 juli 2015.

Wikipedia Esniklopedia bebas, Kitab Amsal - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia ..., https://www.google.com/search?q=latar+belakang+kitab+Amsal&ie=utf-8&oe=utf-8 diunduh pada tanggal 29 Juli 2015.

Dr Weiden, Wim van der, MSF, Seni Hidup Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama: Lembaga Bibliki Indonesia, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 1994)
Ruffle,J Tafsiran masa kini 2 Ayub-Maleakhi, (Jakarta, BPK GUNUNG MULIA 1985)
Pfeiffer, Charles F. dan Harrison , Everett F., The WYCLIFFE Bible Commentary: Tafsiran Alkitab WYCLIFFE volume 2 Perjanjian Lama: Ayub-Maleakhi, (Malang, PENERBIT GANDUM MAS 2009)
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia @Android.
Bergant, Dianne, CSA dan Robert J. Karris, OFM, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta, PENERBIT KANISIUS Lembaga Biblika Indonesia, 1989)
LEMBAGA ALKITAB INDONESIA, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta, Lembaga Alkitab Indonesia 2012)



[4] Dr Wim van der Weiden, MSF, Seni Hidup Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama: Lembaga Bibliki Indonesia, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 1994), 48
[5] J.Ruffle, Tafsiran masa kini 2 Ayub-Maleakhi, (Jakarta, BPK GUNUNG MULIA 1985), 295-296.
[6] Dr Wim van der Weiden, MSF, Seni Hidup Sastra Kebijaksanaan Perjanjian Lama: Lembaga Bibliki Indonesia, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius 1994), 47
[10] Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison, The WYCLIFFE Bible Commentary: Tafsiran Alkitab WYCLIFFE volume 2 Perjanjian Lama: Ayub-Maleakhi, (Malang, PENERBIT GANDUM MAS 2009), 281.
[11] Ibid, 282
[12] Ibid.
[13] Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia @Android.
[14] Dianne Bergant, CSA dan Robert J. Karris, OFM, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta, PENERBIT KANISIUS Lembaga Biblika Indonesia, 1989), 463-464.
[15]  LEMBAGA ALKITAB INDONESIA, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta, Lembaga Alkitab Indonesia 2012), 1008
[16] Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison, The WYCLIFFE Bible Commentary: Tafsiran Alkitab WYCLIFFE volume 2 Perjanjian Lama: Ayub-Maleakhi, (Malang, PENERBIT GANDUM MAS 2009), 294-295.
[17] LEMBAGA ALKITAB INDONESIA, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta, Lembaga Alkitab Indonesia 2012), 1008
[18] Ibid.
[19] Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison, The WYCLIFFE Bible Commentary: Tafsiran Alkitab WYCLIFFE volume 2 Perjanjian Lama: Ayub-Maleakhi, (Malang, PENERBIT GANDUM MAS 2009),295.
[20] LEMBAGA ALKITAB INDONESIA, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta, Lembaga Alkitab Indonesia 2012), 1008
[21] Ibid.
[22] Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison, The WYCLIFFE Bible Commentary: Tafsiran Alkitab WYCLIFFE volume 2 Perjanjian Lama: Ayub-Maleakhi, (Malang, PENERBIT GANDUM MAS 2009),295.
[23] J.Ruffle, Tafsiran masa kini 2 Ayub-Maleakhi, (Jakarta, BPK GUNUNG MULIA 1985),300.
[24] LEMBAGA ALKITAB INDONESIA, Alkitab Edisi Studi, (Jakarta, Lembaga Alkitab Indonesia 2012),1009.
[25] Ibid.
[26] Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison, The WYCLIFFE Bible Commentary: Tafsiran Alkitab WYCLIFFE volume 2 Perjanjian Lama: Ayub-Maleakhi, (Malang, PENERBIT GANDUM MAS 2009),295-296

Kamis, 02 Juli 2015

Kekuatan Ucapan Syukur

Ibadah pemuda GKMI Siloam
Minggu, 14 Juni 2015
Bacaan        : 1 Tesalonika 5:12-22
Tema            : Kekuatan Ucapan Syukur.

Bacaan ini  sudah kita bahas pada ibadah minggu lalu (pertengahan), dan sekarang akan kita perdalam lagi tentang bacaan tersebut, dengan tema yang sedikit berbeda yaitu “Kekuatan Ucapan Syukur”. Ada yang masih ingat inti dari firman minggu lalu?? (menunggu jawaban)
(pendahuluan) Sebelum masuk pada perenungan, saya mau mengingat kembali kepada saudara/i semua tentang cerita Ayub. Ayubadalah seorang yang berkelimpahan, mempunyai hidup yang baik. Ia memiliki banyak kekayaan dan budak-budak. Ayub pun dikaruniai istri dan anak-anak yang baik. Tapi Allah mengizinkan suatu masalah menimpanya. Ternak-ternaknya dirampas, semua anaknya meninggal, bahkan ia sendiri ditimpa penyakit berat. Melihat keadaan seperti itu, isteri Ayub langsung menyuruh Ayub untuk mengutuki (tinggalkan) Allah. Mungkin isterinya itu kesal dan marah kepada Allah, karena membiarkan hal buruk terjadi di keluarganya. Namun Ayub dengan besar hati dapat berkata, “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan.” Ayub memutuskan untuk tetap bersyukur dan setia kepada Allah. Bagaimana dengan kita? Bersyukur saat senang, saat mendapat nilai bagus, saat mendapat uang banyak, itu adalah hal mudah. Tapi mengucap syukur saat tengah sakit, sedang terkena musibah, apakah kita bisa melakukannya? Dengan ketekunan Ayub, kesabaran Ayub dalam menjalani hidup dengan penuh penderitaan, dia tetap mengucap syukur, dan ketika Ayub dipulihkan, Tuhan memberikan kepada Ayub 2x lipat dari kepunyaannya yang dahulu. (Ayub 42:10)
(isi) Kaka-kaka dan saudara/i yang terkasih didalam Tuhan kita Yesus Kristus, saya tidak terlalu membahas tentang konteks kehidupan jemaat Tesalonika pada zamannya tetapi saya lebih membahas tema kita yaitu tentang “kekuatan Ucapan Syukur” "Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu". (I Tesolonika 5:18). Mengucap syukur ketika mengalami hal-hal yang menyenangkan, menguntungkan, dan penuh berkat adalah hal yang mudah dan yang sering kita lakukan. Namun, dapatkah kita mengucap syukur dalam hal-hal yang buruk, kurang menyenangkan. Sama halnya yang dirasakan Ayub pada saat itu.
Alkitab memberi jawaban atas permasalahan ini. Ketika kita mengalami hal itu, kita harus belajar untuk dapat melihat hal-hal yang positif di tengah-tengah keburukan, kemalangan, kesulitan, kerugian, dan sakit penyakit yang kita alami. Kebanyakan kita susah mengucap syukur, dan bahkan tidak menyadari akan apa yang kita dapat itu berasal dari Tuhan. manusia memang tidak pernah puas dengan apa ia miliki sekarang, kehidupan kita sama seperti es batu, kena panas atau kena dingin pun tetap menerima kenyataan bahwa es harus cair, sama halnya dengan kita, senang atau tidak senang, hidup ini tetap harus kita jalani dan menerima kenyataan. Hidup ini jangan kita buat susah. Hidup yang santai adalah hidup yang penuh dengan ucapan syukur.  
Kaka-kaka dan saudara/i semua, mengucap syukur dalam segala hal adalah mudah, Misalnya, Sekalipun kita mengalami sakit-penyakit, kita tetap dapat bersyukur bahwa Tuhan itu baik sehingga melalui sakit-penyakit mengajari kita untuk menjaga kesehatan, melihat segala sesuatu dengan hal positif dan tetaplah bersyukur.  Jadi kalau kita sakit, janganlah kita menganggap itu sebagai ujian atau cobaan dari Tuhan tetapi berpikirlah bahwa apa yang Dia berikan kepada kita adalah suatu ajaran untuk tetap bersyukur. sesungguhnya tubuh manusia itu lemah. Hal ini harus membuat kita mau senantiasa bersandar kepada Tuhan, hidup dengan rendah hati. Kita bisa menetapkan hati untuk sungguh-sungguh percaya dan berharap kepada Tuhan di tengah-tengah keburukan, kemalangan, sakit penyakit dan hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan.
(penutup) kaka-kaka dan saudara/I semua, melihat kembali kepada Tema kita, “kekuatan Ucapan Syukur” Mengucap syukur dalam segala hal dapat membuat para pelakunya memiliki kesanggupan prima untuk menahan tantangan hidup dan mengalami kemenangan dari berbagai masalah yang harus dihadapi. Itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kita. Ini membuat kita mengalami dan merasakan kebaikan Tuhan. jauhkanlah dari kehidupan penuh sungut-sungut, banyak keluhan, tidak tahu berterima kasih, ketidakpuasan, amarah, maupun menyalahkan orang lain. Ucapan syukur membuat kita menemukan terobosan baru. Melihat kembali pada kehidupannya Ayub dengan selalu mengucap syukur dalam segala hal, baik itu yang senang maupun susah. Sehingga melihat penyerahan hati Ayub sepenuhmya kepada Tuhan, Tuhan pun memberikan lebih banyak daripada kekayaannya yang dahulu. Jadi mengucap syukur bukan memancing kita untuk mendapat yang lebih dari sebelumnya tetapi ada sisi positif dan hal baik dibalik mengucap syukur. Hal positif dan yang baik yang dimaksudkan Tuhan tidak akan dipahami oleh manusia, karena kebaikan yang disediakan Tuhan tidak sama seperti yang diharapkan manusia dan waktu Tuhan berbeda dengan waktu kita. Dan kehendak Tuhanpun berbeda dengan keinginan kita. Percayalah, Tuhan tidak pernah menutup mata.

Maka dari itu belajarlah untuk mengucap syukur dalam segala hal, dan Tuhan akan  melihat masa depan kita dengan kehendaknya yang tidak pernah kita pikirkan. 

Rabu, 25 Februari 2015

tafsiran HPB perdana

Bintang Noveigha Mantolas
712013086
Tugas Individu 2 HPB 1
Tafsirkan magna kata “Kasih” dalam 1 Korintus 13:1-13 dengan memakai bantuan internal (teks dalam bacaan) serta melihat teks tersebut dari konteks literernya (konteks teks)
1 Korintus 13:1-13 (Kasih)
Ayat 1 : sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.
Penulis menegaskan agar Kasih tetap diterapkan meskipun dengan segala kepintaran yang dimiliki oleh setiap orang. Ayat 1a mengibaratkan dengan kepintaran atau pintar dalam berbahasa yaitu dengan “bahasa manusia dan bahasa malaikat” .  Sepintar-pintanya manusia, tetapi tanpa kasih, maka semuanya akan sia-sia. Sehingga Kasih adalah suatu hubungan pengikat antara manusia dan akal budi dan kesadaran yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang memiliki kepintaran tetapi tanpa kasih, maka semuanya akan dianggap hampa.
Dalam konteks kehidupan di Korintus Paulus menulis surat ini pada bagian kelima surat yaitu dari 1 Korintus 11:2 – 14:40 dan pasal 13 terdapat dalam bagiannya. Dalam surat yang kelima ini menjelaskan atau membahas beberapa masalah dalam sidang jemaat atau pada konteksnya sering disebut sebagai beribadat. Pengajuan masalah jemaat di korintus yaitu yang pertama kedudukan dan peranan wanita dalam sidang jemaat. Masalah yang kedua adalah mengenai kehidupan social pada jemaat korintus, dimana ada pembedaan antara orang kaya dan orang miskin dalam mengadakan perjamuan, menurut Paulus, pembedaan itu merusak ciri dasariah perjamuan Tuhan. pada pasal yang akan ditafsir ini adalah semacam selingan yang berupa kidung memuji kasih sebagai kurnia dasar yang teratas.[1] Pada pihak lain, jemaat di Korintus lenih mementingkan penampilan-penampilan seperti berbicara dalam bahasa lidah dan dengan cara itu mereka menegaskan keunggulan mereka terhadap orang lain yang tidak dikuasai oleh Roh.[2]
Ayat 2 : Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.  
Pada ayat 2 ini penulis masih sedikit mengaitkannya dengan ayat 1. Yaitu tentang kepintaran, yaitu karunia, penegtahuan, serta iman yang sempurna, jika tanpa Kasih, maka semuanya dianggap tidak berguna. Mengapa Paulus menuliskan seperti ini? Karena Paulus melihat jemaat dikorintus ada persaingan antara jemaat yang satu dengan jemaat yang lain, Paulus mengibaratkan jemaat Korintus sama seperti satu tubuh yang semua anggota tubuh seharusnya saling melayani satu dengan yang lain. Demikian juga Kristus mempersatukan semua anggota jemaat yang menjadi tubuh dan peranannya sendiri. Dan di atas semua karunia perlu diusahakan kasih yang dilukiskan dan dipuji seperti pada ayat yang kedua. [3] Sehingga kasih adalah karunia yang saling melengkapi satu dengan yang lain dan bukan menyaingi satu dengan yang lain dan tetap hidup di dalam Kristus dengan satu tubuh.
Menurut konteks yang say abaca, suatu ciri penting dari Jemaat di Korintus yaitu mereka memiliki karunia-karunia rohani. Kebanyakan jemaat di Korintus adalah orang-orang Kharismatik,  yakni karunia-karunia rohani seperti penafsiran bahasa lidah, sudah disinggung dalam ayat sebelumnya. Hal ini sangat tidak menyenangkan menurut Paulus, disini Paulus ingin menegaskan pada jemaat di Korintus ketika memiliki karunia itu, haruslah disertai dengan satu karunia yang harus dimiliki oleh semua, yaitu sifat memiliki saudara. Kasih, bagi saudara dan orang lain pada umumnya, merupakan dasar bagi orang Kristen.[4]
Ayat 3 : dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak aka nada faedahnya bagiku.
Dalam ayat 3, penulis menegaskan agar ketika memberi, memberilah dengan segenap hati artinya memberi dengan penuh kasih, karena ketika kita member tanpa kasih, maka tidak akan ada berkat bagi yang menerima maupun yang memberi.
Ayat 4 : Kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak memegahkan diri, dan tidak sombong.
Pada ayat 4 seperti rangkuman, sekaligus pujian tentang magna kasih dari ketiga ayat diatas. Dimana Paulus menulis kidung pujian yaitu kasih itu sabar, yaitu dengan Kasih, kita pasti sabar, begitu juga dengan murah hati, Paulus ingin menegaskan kepada jemaat di Korintus agar jangan sombong dengan karunia yang ada pada kebanyakan orang di Jemaat Korintus, tetapi dengan karunia itu, jemaat dapat menerapkan karunia rohani yaitu mengashi, terutama mengasihi kepada sesama manusia.  
Ayat 5 : Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan mencari kuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Dalam ayat 5 menegaskan kepada jemaat di Korintus, terkhususnya untuk orang-orang ekonominya tinggi (orang kaya) karena baik di dalam gereja maupun diluar gereja, mereka selalu menggunakan kelebihan mereka untuk berpesta pora, baik dalam perjamuan maupun dalam sidang jemaat (beirbadah). Dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, disini Kasih lebih dari yang diketahui yaitu kasih tidak hanya memberi tetapi lebih kepada hal-hal yang diinginkan Tuhan untuk menuju keselamatan.   
Ayat 6 : Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Pada ayat 6 Kasih adalah hal yang tidak mementingkan diri sendiri, atau lebih kepada kepedulian terhadap sesama disini Paulus menegaskan kasih adalah kebenaran yaitu sesuatu Pas bukan yaitu sudah pasti, jadi kalau  salah katakana salah dan kalau benar, katakana benar.  
ayat 7 : Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Ayat 8 : Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.
Ayat 9 : Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.
Ayat 10 : tetapi jika yang sempurna tiba, makayang tidak sempurna itu akan lenyap.
Pada ayat 7-10 adalah sebuah kidung pujian untuk mengisi surat kepada Jemaat dikorintus agar menerapkan Kasih dengan karunia-karunia yang dominan dimiliki oleh orang-orang kharismatik yang tinggal di Korintus.  
Ayat 11 : Ketika aku kanak-kanak, aku berkata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu
Pada ayat 11, ketika masih anak-anak, bertingkahlah seperti anak-anak, tetapi jika sudah mulai dewasa, bertingkahlah sebagaimana mestinya, Penulis ingin menegaskan agar bertingkahlah sesuai dengan umur dan pengetahuan. Sesuai dengan konteks jemaat di Korintus, Paulus melihat jemaat di Korintus senang menggunakan karunia itu, dan Paulus menilai hal tersebut seperti kekanak-kanakan ayat 11 ini Paulus menuliskan demikian agar ingin menurunkan penilaian tersebut sebab, sebenarnya karunia itu kurang bagi jemaat dan malah menjadi tanda iman tidak sejati, Paulus juga menerima karunia roh tersebut, tetapi Paulus menganggap bahwa hal tersebut tidak terlalu bernilai.[5]  Sehingga dengan kalimat terakhir pada ayat 11 ini ingin memberitahukan kepada jemaat di Korintus agar kurangi karunia roh tersebut.  
Ayat 12 : karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi kita nanti akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.  
Pada ayat 12 lebih kepada cara pandang manusia kepada sesama, janglah kita memandang sesama secara abstrak, tetapi kita harus membuka kacamata yang samar-samar dan melihat sesame muka dengan muka, saling memandang dan mulailah kita memandang mereka sebagai subjek dan bukan sebagai objek, mungkin Paulus ingin mengubah cara pandang laki-laki terhadap perempuan dalam sidang jemaat dan pemisahan dalam perjamuan antara orang kaya dan orang miskin.  
Ayat 13 : Demikianlah ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar diantaranya ialah kasih.  
Iman, pengharapan dan kasih adalah hal penting dalam kekristenan, tetapi lebih dari itu, yaitu kasih. Karena kasih bagi saudara baik saudara seiman dan orang lain pada umumnya merupakan dasar bagi orang Kristen. Esensi dasar dalam kekristenan adalah Kasih.  




[1] Dr. C. Groenen Ofm, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, (Yogyakart, Kanisius, 1984), 236-237
[2] Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru-Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-Masalahnya, (Jakarta, Gunung Mulia, 2010), 83. 
[3] Dr. C. Groenen Ofm, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, (Yogyakart, Kanisius, 1984), 237.
[4] Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta, Gunung Mulia, 2011), 359.  
[5] Dr. C. Groenen Ofm, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, (Yogyakart, Kanisius, 1984), 237-238.