AGAMA
Pendahuluan
Agama adalah organisasi
yang dibentuk oleh manusia dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian dunia.
Namun secara realnya agama justru membias dari tujuannya. Jika mengulang
kembali sejarah agama tentu kita mengenal istilah “perang salib” yang merupakan
peristiwa gelap masyarakat kristen. Masa-masa tersebut dimulai pada saat abad
pertengahan dimana agama menguasai negara. Masyarakat dimanipulasi oleh sistem
agama yang otoriter. Seperti halnya masyarakat harus menggunakan atribut agama
setiap harinya, tidak diperbolehkan untuk mengkritik agama, agama adalah
prinsip kebenaran tertinggi
dll. Sejarah itu sudah punah sejak
zaman renaisans, dimana masyarakat beralih kepada zaman modern. Hal-hal kodrati sering disingkirkan dan
masyarakat beralih kepada akal budi, yang lebih mengedepankan
rasionalitas. manusia bebas untuk hidup serta
tidak terkekang oleh keotoriteran agama. Konteks tersebut terjadi pada
kekristenan di bagian Eropa. Namun bagaimana dengan konteks negara-negara
belahan bumi Timur? Terutama di Indonesia? Dapat dikatakan Indonesia mengalami
hal yang sama dengan negara Eropa di masa lalu. Indonesia juga mengalami sistem
keotoriteran agama, yang dalam hal ini perhatian ditujukan kepada agama Islam.
Agama Islam Indonesia layaknya mundur kepada situasi abad pertengahan yang
dialami negara-negara Eropa di masa lampau. Situasi dimana
masyarakat dipaksa untuk memakai atribut keagamaan dalam kehidupan
sehari-hari, tidak bersifat terbuka, bersifat terpaku terhadap kitab suci, dll.
Namun bagaimana dengan zaman
sekarang ini? Masihkah manusia menggunakan keotoriteran agama pada abad ke-21
ini? Lalu dengan kemajuan zaman yang pesat ini apakah agama masih relevan untuk
pengintegrasi hidup manusia?
Memasuki era modern ini agama dirasa
sudah tidak dapat memberikan jawaban lagi terhadap berbagai permasalahan dalam
kehidupan manusia. Agama saat ini dipandang hanya sebagai sarana untuk
mengembangkan kerohanian tanpa realisasi. Tentunya kita tahu bahwa zaman
pencerahan mengawali tumbangnya otoritas agama yang kemudian menjadikannya
budak dari akal budi. Sehingga agama
sebagai kontrol sosial dalam kehidupan bermasyarakat kehilangan fungsinya.
Yang berdampak pada perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak
dapat dikontrol lagi dalam segi etika dan moral, sehingga
membuat manusia semakin individualis. Karena manusia semakin individualistis
maka hal tersebut sangat mempengaruhi suatu relasi dalam umat beragama. Agama secara fundamental merupakan suatu
kepercayaan yang dianut secara berkelompok. Karena berkelompok tentu
terdapat berbagai individu dengan berbagai macam karakter dalam beragama. Telah
disinggung sebelumnya ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan
individualistis. Karena sikap individualistis tersebut terciptalah
perpecahan dalam umat beragama. Hal ini terjadi dalam konteks beragama di
Indonesia. Terutama dalam agama Kristen dan Islam. Seringkali sikap individualistis
tersebut menciptakan banyaknya perpecahan atau disintegrasi
antar umat beragama. Jika
sudah demikian agama
menjadi tidak ada artinya dalam kehidupan manusia. Makalah
ini dimaksudkan supaya
fungsi agama dalam masyarakat dapat membidik
sasaran yang tepat, sehingga berfungsi
sesuai fungsi dan
peranya. Demikian
juga terhadap iptek, agar antara
keduanya tidak saling
mendominasi. Diharapkan agama
dapat dijadikan sebagai penyeimbang antara masyarakat dan iptek dalam konteks
kehidupan di Indonesia.
Tentang Agama
Menurut KBBI, Ajaran, sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya.
Menurut Karl Marx agama adalah candu
masyarakat. Pernyataan ini terbentuk akibat keadaan agama pada
zaman Karl Marx saat itu. Agama
sebagai candu masyarakat maksudnya adalah agama hanya menjadi penghibur namun
tidak memberikan solusi terhadap masyarakat yang ada saat itu terutama para
pekerja industri. Agama menyempitkan realitas dalam arti bahwa masyarakat tidak diajak untuk mencari
solusi dari penderitaan serta ketertindasan dari ketidakadilan kapitalis yang
tidak memberikan mereka upah secara adil.[1]
Menurut Ioanes Rakhmat agama adalah
suatu aksioma (sebagai suatu kaidah atau prinsip yang kebanyakan orang percayai
sebagai benar). Agama diartikan sebagai aksioma
disini adalah bahwa agama dituntut untuk memberikan bukti mengenai keberadaan
Tuhan yang diimani oleh umat beragama saat ini. Karena agama
banyak mengajarkan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara kasat mata (bersifat
adikodrati). Karena seringkali di zaman modern ini agama dan ilmu sains
dibandingkan dengan berbagai macam pembuktian. Ilmu sains dapat dibuktikan
secara objektif melalui berbagai macam materi di dalam dunia ini. Contohnya
seperti ilmu sains mencoba membuktikan keberadaan Tuhan melalui berbagai macam
penelitian padahal Tuhan yang bersifat tidak terbatas itu tidak bisa
dibandingkan dengan berbagai macam hal-hal materi di dunia ini. Karena
materi-materi di dunia ini bersifat terbatas dan tidak bisa dibandingkan dengan
Tuhan yang tidak terbatas tersebut. Sehingga tentu saja agama dapat disebutkan
sebagai suatu aksioma karena manusia yang bersifat terbatas tidak mampu
meneliti/membuktikan Tuhan yang bersifat tidak terbatas.[2]
Menurut kami agama adalah suatu kaidah
yang dibentuk oleh sekelompok orang dengan tujuan untuk mencapai/mewujudkan
kedamaian melalui ritus-ritus dari kebudayaan kelompok tertentu dengan
mempertimbangkan nilai-nilai yang baik menurut pandangan kelompok tersebut yang
mengandung ideologi sebagai prinsip dasar kebenaran yang dipercayainya.
Fungsi dan
Peran
Agama
·
Peran
Peran Agama yaitu agama menyediakan etika global yang
religius yang dapat dijelaskan secara rasional, Agama memberikan visi dan energi akan dunia yang lebih baik
dari dunia sekarang.
·
Fungsi
Fungsi Agama menurut Thomas F.O’DEA
fungsi agama terdapat dua yaitu sebagai
suatu cakrawala pandang tentang dunia luar yang tak terjangkau oleh manusia
(beyond), dalam arti di mana deprivasi dan frustasi dapat dialami sebagai
sesuatu yang mempunyai makna. Lalu agama
sebagai sarana ritual yang memungkinkan hubungan manusia dengan hal di luar
jangkauannya, yang memberikan jaminan dan keselamatan bagi manusia
mempertahankan moralnya.
Agama juga
menjadi sebuah wadah
pemersatu yang di dalamnya
semua orang dari segala kelas
social menjadi sederajat, tanpa
ada dominasi dan kekuasaan dari
kelas-kelas tertentu. Agama sangat
positif dalam membangun
karakter dan kepribadian
seseorang, menjadi pribadi yang
tenang
dan penuh kejujuran.
Rasa bahwa agama mampu untuk
memberikan kesehatan mental
dalam
menerapkan nilai-nilai kerohanian yang dalam hal ini
adalah nilai kekristenan.
Agama dan Tantanganya
·
Agama Menghadapi Tantangan Iptek
Seperti
yang kita ketahui bahwa agama tidak bisa diamati secara nyata dan tidak
bersifat sebagai objek, namun dapat di percaya dan bisa di bilang apa yang di
percaya oleh agama adalah suatu kebenaran. Disamping itu juga ada juga sains
dan teknologi yang mulai berkembang kian pesat. Pada abad pertengan seperti
yang kita ketahui agama di anggap sebagai sesuatu yang benar, agama menjadi
diatas segala-galannya, namun dengan seiring berjalannya waktu, manusia mulai
menyadari kalau hidupnya tidak hanya selalu bergantung pada agama.
Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan memungkinkan individu beralih ke ilmu pengetahuan.
Dengan Zaman modern sekarang ini di tandai dengan kemajuan ilmu pengatahuan dan
teknologi yang semakin hari makin berkembang, meningkat dan memberikan
sumbangan yang besar bagi perkembangan dunia. Dengan perkembangan ilmu
pengetahuan memungkinkan kita untuk mengetahui berbagai hal tetapi juga
memungkinkan kita juga dapat melakukan berbagai hal. Dari hal-hal yang kita
ketahui dari ilmu pengetahuan memberikan kita peluang untuk menciptakan hal-hal
yang baru yaitu penemuan-penemuan baru. Dalam buku Betrand Russel pada bab II
“Akibat-akibat umum teknik ilmiah menjelaskan pada akhir abad pertengahan di
tandai dengan dua penemuan penting yang memiliki pengaruh besar, penemuan
tersebut adalah bubuk mesiu dan kompas pelaut.
Kemajuan
dari IPTEK tidak hanya berhenti di situ saja tetapi semakin memberikan
sumbangan-sumbangan baru dalam berbagai bidang misalnya dalam bidang
perindustrian, pada perusahaan kain katun Lancashire dimana anak-anak bekerja
duabelas sampai enambelas sehari dan tidak jarang di antara mereka sudah mulai
bekerja pada umur enam sampai tujuh tahun. Agar anak-anak tersebut tidak
mengantuk saat bekerja maka mereka harus dipukuli. Selain kemajuan dalam bidang
peridustrian ada juga dalam bidang kedokteran, misalnya dengan kecanggihan dari
ilmu kedokteran misalnya seorang yang sakit dapat disembuhkan, selain itu umur
seseorang bisa di tentukan misalnya seseorang yang sedang sakit kanker di vonis
bahwa umurnya tinggal beberapa bulan saja. Tentunya hal tersebut melanggar
kuasa Allah dimana hidup kita manusia di tentukan oleh Allah. Dari kemajuan
Iptek memang memberikan berbagai manfaat bagi manusia, namun dengan kemajuan
dari IPTEK yang begitu pesat agama bisa saja menjadi tidak relevan lagi dalam
memecahkan persoalan hidup manusia dan masyarakat.
Dengan
adanya IPTEK, secara tidak
langsung dapat membuat
manusia sadarakan dirinya
bahwa dia memiliki
kelemahan, tetapi dengan begitu
bukan manusia yang berusaha, merek malah
merasakan keenakan dan
dapat kita lihat
bahwa manusia sudah
dimanjakan oleh Teknologi. Contohnya seperti orang
tua
zaman sekarang, sangat berbeda
jauh dari orang tua yang dulu,
orang tua yang sekarang
dapat kita lihat
bahwa mereka lebih
banyak menggunakan teknologi
sampai pergi ke
gereja pun harus membawa motor,
sedangkan
kakek-kakek yang sudah tua pun
masih
sanggup untuk bangun
pagi agar lebih awal ke
gereja dengan menggunakan kaki mereka untuk berjalan. Dengan
kemanjaan manusia yang
dimiliki
mereka sekarang juga
membuat mereka semakin
tidak semangat “malas” dalam mengerjakan
segala sesuatu.
Dalam
menghadapi hal-hal semacam
ini, agama sebagai penempatannya dalam
masyarakat terkhususnya dalam
diri setiap individu
harus berperan penting.
Berbicara mengenai agama,
pasti
bias juga berbicara
mengenai gereja. Di dalam
Gereja, pasti ada kepemimpinan-kepemimpinan yang disebut sebagai pendeta, majelis, dll. Peran pendeta
dalam menjalankan tugas
tidak hanya melayani
sesuai dengan tugas, tetapi
lebih kepada tanggung
jawab untuk kehidupan
jemaat dan masyarakat.
Misalnya pendeta berpikir
bahwa “ah, yang penting sudah berdiri di atas
mimbar setiap minggu, menjalankan tugas berkhotbah
dengan baik, dll, dimana pendeta
harus menjalankan tugas
dan peran agama yang sebenarnya,
dimana
membuat manusia sadar
akan kelemahannya dan
mau berusaha, dan jangan
terlalu menggantungkan diri
terlalu tinggi pada
teknologi karena teknologi
adalah hasil ciptaan
manusia dan bukan
sesuatu yang Mutlak tersebut.
Era global adalah zaman ketika
manusia menemukan dirinya sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan
persoalan-persoalan hidup. Manusia dipandang sebagai makhluk yang hebat, yang
bahkan independen dari Tuhan dan alam. Manusia di era global dan sebagai
konsekuensi modernisasi, melepaskan diri dari keterikatanya dengan Tuhan (theomorphisme),
untuk selanjutnya membangun tatanan kehidupan yang semata-mata berpusat pada
manusia (antropomorphisme). Manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri yang
mengakibatkan terputusnya dari nilai-nilai spiritual. Maka kita sebagai orang
yang beragama hendaknya menyambut kehadiran media dengan arif dan bijaksana.
“Menagambil lagi kendali daripada kehidupan kita dan mengatur dan menguasai
alat-alat yang ada pada kita yang dihasilkan oleh tekhnologi.”[3]
Ketika
kita mencoba untuk menghubungkan dengan agama Kristen, maka gereja harus memahami bahwa dia dipanggil untuk
mendampingi setiap jemaat-jemaatnya. Gereja harus mampu menciptakan wadah-wadah
untuk mendewasakan umat dalam pengertian mempersiapkan, mengarahkan, mendidik,
mengelola dan mengangakat perangkat canggih tersebut. Maksud dari kata
“Mempersiapkan” adalah memperbaiki keadaan lingkungan kita yang telah
dipengaruhi oleh iptek yang sedang berkembang dalam masyarakat. Kemudian point
yang kedua yaitu “mengarahkan”. Maksudnya adalah memberi solusi kepada jemaat
mengenai apa yang harus dilakukan dalam menghadapi iptek . Selanjutnya kata
“Mendidik” yang dimaksudkan adalah membekali umatnya dengan pengetahuan kitab
suci dan penghayatan serta pendalaman iman. Poin terakhir adalah “mengelola dan
mengangkat”. Maksudnya adalah mempergunakan alat-alat teknologi yang sedang
berkembang pesat dalam masyarakat sebagai sarana pendukung dalam pewartaan
sabda Tuahan.
Dengan demikian,
ketika melihat definisi dari poin-poin di atas, maka umat beragama terlebih
khususnya gereja dianjurkan untuk berpegang teguh pada kebenaran dan kasih
karunia Kristus (efesus 4:7-16). Mengajarkan nilai-nilai spiritualitas Kristen,
dan pengajaran moral etis, budi pekerti, baik dalam sekolah Kristen maupun
didalam jemaat.
·
Gereja di Tengah
Perubahan Sosial, Politik, Budaya, dan
Ekomomi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah menghantarkan manusia pada perubahan-perubahan yang besar.
Indonesia sebagai Negara yang berdaulat
tidak luput dari pengaruh perubahan sebagai akibat dari perkembangan zaman.
Perubahan yang di maksudkan disini adalah perubahan yang berdampak pada watak
gereja, dimana gereja harus mampu untuk membenahi diri dalam gejolak perubahan
soasial, politik, budaya, dan ekonomi. Gereja harus mampu untuk mengimbangi
perubahan-perubahan tersebut, sehingga keseimbangan iman dapat terjaga, dan
fungsi gereja masih relevan dalam zaman kosmopolitan seperti saat ini.
Kita dihadapkan kepada kenyataan
bahwa di era modern saat ini gereja telah kehilangan otoritasnya akibat dari
perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga ke subjektifan gereja telah berubah
menjadi objek kajian dari ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu sosial.
keberhasilan ilmu pengetahuan memberikan satu-satunya jalan yang dapat
dipercaya menuju kepada pengetahuan . Banyak orang yang menganggap sains
bersifat objektif, universal, rasional dan didasarkan bukti
observasi/pengamatan yang kuat. Sedangkan agama pada sisi lain bersifat sangat
subyektif parochial, emosional dan didasarkan pada tradisi atau sumber
kewibawaan yang saling bertentangan satu sama lain.[4] Gereja
dalam menghadapi politik
harus memiliki prinsip yang kuat
sebagai wadah yang
memiliki
hak.
Gereja Melayani Jemaat dan
Masyarakat
di Era Globalisasi dan
Kemajuan Iptek
Gereja saat ini telah memasuki
era globalisasi. Di era globalisasi ini perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) sangat cepat. Berbagai informasi dapat dicari melalui
peralatan elektronik yang canggih dan dapat dioperasikan di mana saja dan membuat
segala sesuatu menjadi mudah untuk dijangkau. Setiap orang menyesuaikan diri
dengan perubahan dan perkembangan IPTEK. Perubahan dan perkembangan IPTEK
terjadi di segala bidang kehidupan dan gereja pun tidak luput dalam
perkembangan itu. Gereja pada masa ini sudah mulai menggunakan multimedia di
dalam ibadah untuk menampilkan tata ibadah, menyajikan teks pembacaan Alkitab,
menampilkan video, dan lain-lain. Penggunaan multimedia ini memudahkan jemaat
dan pendeta dalam berinteraksi dan berkomunikasi.
Multimedia sudah banyak digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan
pekerjaannya. Multimedia digunakan dalam bidang pendidikan, bisnis, hiburan,
dan sebagainya. Contoh dalam bidang pendidikan, multimedia dimanfaatkan untuk
proses belajar mengajar di kelas dan juga di luar kelas.[5] Penggunaan multimedia ini
bukti manusia untuk mengembangkan diri dan berusaha mengatasi masalah hidup,
mempermudah pekerjaan manusia, mempermudah mengakses informasi, dan lain-lain.
Pengembangan IPTEK memberi dampak di berbagai bidang kehidupan manusia, bahkan
dalam kehidupan bergereja. IPTEK dimanfaatkan gereja dalam pelayanannya.
Penggunaan IPTEK di gereja, seperti penggunaan proyektor, laptop, komputer, televisi, printer,
dan alat-alat elektronik lainnya yang mendukung peribadahan dan pelayanannya.
Gereja masa kini dan masa lalu mengalami perbedaan yang jauh.
Dalam kehidupan bermasyarakat saat ini, setiap orang berusaha untuk
memiliki media dengan berbagai tujuan mereka. Masyarakat masa kini telah mudah
dalam pemanfaatan media yang mereka gunakan untuk menunjang kelancaran
aktivitas dan sebagai sarana rekreasi, termasuk ibadah, baik ritual maupun
sosial. Contohnya dalam penggunaan Alkitab di ibadah-ibadah gereja.
Alkitab yang digunakan bukan Alkitab berbentuk buku, melainkan Alkitab yang
sudah dapat dioperasikan dalam media elektronik seperti telepon genggam
dan tablet. Itu berarti penggunaan Alkitab Elektronik tidak bisa
dipisahkan dari telepon genggam dan tablet.
Penggunaan Alkitab Elektronik ini masih memunculkan pro dan kontra.
Ada orang yang setuju dengan penggunaan Alkitab Elektronik ini, karena lebih
memudahkan mereka dalam mencari teks alkitab dan mudah untuk dibawa
kemana-mana. Selain itu juga, kemajuan zaman juga menjadi salah satu alasan
orang menggunakan Alkitab Elektronik. Pada sisi lain, ada orang yang tidak
setuju dengan penggunaan Alkitab Elektronik, karena mereka menganggap
penggunaan Alkitab Elektronik itu tidak etis dan tidak khusyuk dalam ibadah,
dan dapat mengganggu jalannya ibadah. Hal ini merupakan pemahaman yang sudah
turun-temurun, sehingga orang yang tidak setuju merasa terganggu dengan orang
yang menggunakan Alkitab Elektronik itu.
Masih banyak masalah yang dihadapi gereja masa kini. Penggunaan Alkitab
Elektronik di dalam ibadah adalah salah satu permasalahan yang dihadapi gereja
di era globalisasi ini. Penggunaan IPTEK di dalam gereja memang tidak melanggar
hukum atau tata gereja. Jika kita melihat contoh penggunaan Alkitab Elektronik
di dalam ibadah, maka perkembangan IPTEK di dalam gereja masih ada
permasalahan. Bagi jemaat yang tidak setuju, perkembangan IPTEK akan membawa
orang dalam penyalahgunaan media elektronik. Namun, jika kita lihat di dalam
gereja dapat dijumpai penggunaan IPTEK juga telah digunakan dalam ibadah.
Perkembangan dan kemajuan IPTEK ini dunia menjadi kecil karena masyarakat
memanfaatkan perkembangan itu dengan mudah. Melalui internet masyarakat dapat
mengakses informasi dari berbagai dunia. Masyarakat dunia dipengaruhi oleh
budaya massa yang memunculkan suatu budaya yang baru. Masyarakat dipengaruhi
oleh internet. Masyarakat juga dapat berkomunikasi dengan masyarakat lain yang
ada di belahan dunia lainnya. Gereja dalam menghadapi tantangan ini maka gereja
juga harus menjadi sebuah media bagi jemaatnya. Gereja juga tetap mengajar
nilai-nilai kristiani bagi jemaatnya dalam menghadapi dan menggunakan
barang-barang hasil perkembangan dan kemajuan IPTEK. Tidak semua perkembangan IPTEK
dapat menolong jemaat berubah menjadi manusia yang manusiawi.[6]
Gereja juga memberikan pengajaran bagi para ilmuwan dan teknologiawan
Kristen untuk merelasikan iman dengan ilmu dan teknologi yang digelutinya. Sehingga gereja dan para ilmuwan
Kristen dapat berdialog dan menjalankan tugas profetis dalam perkembangan
IPTEK.[7]
Kesimpulan
Berkaitan
dengan apa yang dikatakan pada akhir uraian diatas, maka para ahli mengajukan pertanyaan-pertanyaan menarik
yaitu, kapan, dimana dan bagaimana agama-agama muncul dalam kehidupan manusia.
Jelas tidak dengan seorangpun dapat dengan pasti memberikan jawaban-jawaban
yang tepat terhadap pertanyaan-pertanyaan ini. Berpijak pada teori tentang
agama diatas kita hendak mengatakan bahwa apa yang disebut konstruksi (pemikiran).
Agama sebenarnya sudah dilakukan oleh agama-agama segera setelah agama dikenal
oleh manusia. Konstruksi itu seharusnya dilakukan sebab itulah salah satu upaya
agama untuk hadir dan menjawab tantangan-tantangan kontekstualnya. Maksudnya bahwa
agama dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan bermasyarakat harus mampu
untuk memberikan solusi mengenai permasalahan tersebut.
Kontekstual yang
dijelaskan diatas terlebih khusus akan diarahkan kepada agama dalam konteks kekristenan, yang dalam hal ini gereja. Kekristenan adalah
sebuah agama yang tergolong dalam sekian banyak agama yang
pernah muncul dalam kehidupan manusia.[8]
Ketika
berbicara mengenai kontekstualisasi yang ingin dilakukan oleh gereja, maka tentunya
hal ini akan mengarah kepada perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi. Dalam
perekembangan teknologi tersebut agama diharapakan mampu bersikap bijak dalam
penerimaan akan iptek tersebut. Maksudnya bahwa penerimaan yang dilakukan terhadap
iptek jangan sampai bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. Misalnya saja
ketergantungan akan alat-alat teknologi sehingga membuat warga gereja itu
sendiri mendewakan rasio sehingga pengalaman-pengalaman iman mereka tinggalkan,
atau dengan kata lain gereja harus mampu untuk mempertahankan apa yang disebut
sebagai “aksioma” seperti yang telah dijelaskan diatas. Agama juga mempunyai
kaitan dengan dunia yang tidak kelihatan dan dunia roh-roh. Selain itu agama
juga merupakan konsep sentral yang berkaitan dengan “keselamatan”. Arti
keselamatan itu juga sangat luas. Dalam pengertian ini, agama adalah cara
manusia untuk mencari makna kehidupan dan pengharapan untuk dapat memperoleh
pertolongan dari berbagai kekuatan dan kekuasaan yang tidak kelihatan namun
dapat dipercayaai untuk bekerja atau berkarya dalam alam semesta ini.
Demikian
dapat dikatakan bahwa agama tidak bisa menolak iptek, melainkan bersikap
terbuka terhadap iptek. Meskipun demikian, sikap terbuka itu tidak bisa
diterima begitu saja melainkan harus dilakukan dengan pertimbangan yang
mendalam, atau dengan kata lain agama menerima iptek ketika apa yang ditawarkan
oleh iptek tidak bertentangan dengan ajaran agama karena ia selalu berjalan
bersama danselalu punya kaitan antara keduanya.
Refleksi
Menurut
kelompok, agama sebagai suatu perkumpulan orang-orang yang mempunyai kaidah
tertentu harus mampu menyesuaikan dengan konteks zaman yang mulai maju dengan
pesat ini. Sesungguhnya agama harus menyesuaikan dengan kemajuan Iptek dan
masyarakat. Sudah saatnya agama mulai memakai perkembangan iptek dalam
melakukan peribadatan. Karena jika agama tidak terus menyesuaikan dengan
kemajuan iptek dan masyarakat sesungguhnya agama akan punah dengan sendirinya.
Agama dapat memakai peranan iptek dalam kehidupannya asalkan nilai-nilai dari
agama dan iptek tidak saling menjatuhkan melainkan saling melengkapi antara
satu sama lain.
Saat
ini agama memiliki permasalahan dalam menjalankan peranannya di dalam
masyarakat dan iptek. Karena agama mempunyai sifat yang fundamental dimana
agama sulit untuk menerima keterbukaan terhadap kemajuan iptek yang sangat
pesat. Namun sekarang agama sudah mulai terbuka terhadap iptek itu sendiri.
Buktinya bahwa banyak gereja-gereja di Indonesia yang sudah memakai iptek di
dalam menjalankan ibadah. Contohnya gereja GPIB Tamansari di Salatiga memakai
proyektor untuk melaksanakan ibadah mereka. Hal ini sudah menjadi suatu
pembuktian bahwa agama mampu memakai iptek dengan benar tanpa mengesampingkan
nilai-nilai dari agama itu sendiri.
Namun
kami mendiskusikan beberapa masalah dalam memasuki zaman modern ini. Banyak
beberapa jemaat yang mulai menjadi ketergantungan dengan berbagai macam
kemajuan iptek tersebut. Seperti halnya dengan memakai proyektor di dalam
gereja tentu akan memudahkan dalam menyanyikan lagu atau mendengarkan firman
Tuhan. Namun dengan kejadian seperti itu dampak yang berbahaya adalah
menciptakan jemaat yang malas dan memanjakan jemaat dengan begitu banyak
kenikmatan kemajuan iptek.